Apa yang Bisa Kita Lakukan Saat Gejolak Nilai Tukar Rupiah?

Konten dari Pengguna
21 Maret 2020 17:28 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yustina D Prasadja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Petugas melayani penukaran uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran valuta asing, Jakarta. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani penukaran uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran valuta asing, Jakarta. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Dolar AS terus merosot dalam beberapa hari ini. Terakhir nilai tukar kita melemah hingga 1.000 rupiah hanya dalam satu hari. Kini rupiah sudah menembus sampai 16 ribuan tiap satu dolar AS.
ADVERTISEMENT
Apakah kita perlu panik? Apakah krisis ekonomi seperti tahun 1998 akan terulang lagi?
Untuk pertanyaan yang kedua, biarkan para pakar dan pengamat ekonomi saja yang menjawabnya. Bukan kapasitas saya untuk menjawabnya.
Sedangkan untuk pertanyaan pertama, saya sarankan: Jangan panik, tapi tetap berhati-hati. Kenapa? Karena kepanikan hanya memunculkan tindakan irasional dan tindakan irasional bisa menimbulkan kekacauan.
Terus, bagaimana kita harus menyikapinya? Ada koq beberapa kontribusi kecil nan bermakna yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat biasa di tengah krisis saat ini.
Pegawai menunjukkan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di gerai penukaran uang di Jakarta Pusat. Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Siapa yang terkena dampak melemahnya nilai rupiah?

Melemahnya (atau menguatnya) nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain, sebenarnya sesederhana perubahan jumlah permintaan dan penawaran. Seperti umumnya terjadi di kehidupan sehari-hari, kalau sebuah produk laris dan banyak diburu orang-orang, harga barang tersebut biasanya akan naik. Kalau barangnya nggak laku-laku dan stock-nya di toko masih banyak, ya mana mau sih orang-orang membeli dengan harga mahal.
ADVERTISEMENT
Begitu juga dengan nilai tukar. Kalau banyak orang sedang mencari rupiah, ya biasanya rupiah akan dihargai semakin tinggi (alias menguat). Contohnya, dari biasanya dapat Rp 14.900 per 1 dolar AS, terus jadi Rp 14.700 tiap dolarnya. Nah, terlihatnya sih naik turunnya nilai tukar itu hal yang biasa-biasa aja, tapi lumayan besar juga lho dampaknya.
Untuk produsen, melemahnya nilai tukar rupiah bisa menyebabkan belanja bahan baku impor mereka menjadi lebih mahal. Mereka harus menyiapkan uang rupiah lebih banyak untuk membeli bahan baku, karena barang impor khaaan harus dibayar dalam dolar AS.
Contohnya adalah alat kesehatan. Dilansir dari kumparan, tahun 2018 saja sekitar 92% alat kesehatan di Indonesia diimpor dari negara lain. Ini bukan hanya untuk bahan berteknologi tinggi, tapi juga untuk alat-alat kesehatan dasar seperti pinset dan gunting.
ADVERTISEMENT
Naaaah, tapi di sisi lain, kalau produsennya mengandalkan ekspor untuk menjual produknya, melemahnya rupiah bisa menjadi aji mumpung untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Karena kalau barang dijual ke luar negeri, mereka mendapat uang dalam dolar AS, dan ketika dolar AS ditukar ke rupiah, jumlah rupiah yang diterima jadi lebih besar. Mungkin ini yang mendorong produsen masker dan hand sanitizer Indonesia berbondong-bondong melakukan tindakan oportunis dengan menjual produknya ke luar negeri, sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan larangan ekspor produk ini.
Untuk konsumen, melemahnya nilai rupiah membuat harga-harga barang menjadi mahal, terutama barang impor atau barang yang mengandung konten impor. Seringkali, tidak semua produsen mau menanggung kenaikan ongkos produksi lhooo, jadi sebagian (atau seluruh) kenaikannya akan dibebankan ke pembeli. Ya ke anda-anda itu hehehehe...
ADVERTISEMENT
Nah, untuk Indonesia yang bahan pangan saja masih banyak yang impor, bersiap-siap saja mengalami kenaikan harga. Apalagi untuk yang doyan belanja online, bisa makin mehong sis!!
Negara juga terkena dampak lho kalau rupiah melemah. Nilai utang luar negeri pasti akan bertambah karena ketika negara mendapatkan utang nilai tukar rupiahnya belum serendah saat ini. Per Januari 2020 saja utang luar negeri Indonesia sudah mencapai Rp 6.000 triliun, itu dengan nilai tukar Rp 14.800 per dolar-nya ya. Coba hitung saja berapa nilai utangnya kalau menggunakan nilai tukar hari ini. Tapi tenang, kebanyakan sih utang luar negeri ini bersifat jangka panjang, jadi relatif lebih manageable lah. Bu Sri Mulyani itu pinternya kebangetan koq, jadi kita percaya aja ya…
ADVERTISEMENT
Oke, mungkin ada beberapa yang berpikir, “Kalo gitu ya mendingan nggak usah kita berdagang dengan negara lain, biar nggak usah mikirin nilai tukar".
Jawabannya tidak sesederhana itu, saudara-saudara.
Salah satu dampak globalisasi adalah adanya keterbukaan, termasuk melakukan transaksi dagang antar negara. Untuk apa ada transaksi perdagangan? Karena tidak semua negara itu subsisten atau bisa memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Coba aja kalian cari tau, negara mana di dunia ini yang tidak melakukan perdagangan. Bahkan Korea Utara aja intens banget berdagang ama China.
Dari transaksi perdagangan ini, sebuah negara juga bisa dapat cuan, kalau nilai eskpor lebih besar dari impornya. Sayangnya, transaksi perdagangan Indonesia itu minus. Bisa dilihat dari data tahun 2018 dan 2019.
ADVERTISEMENT
Indonesia lebih banyak impor daripada ekspor, atau dengan kata lain: lebih banyak pakai dolar AS (atau mata uang asing lain) untuk bayar biaya impor. Seperti sudah ditulis sebelumnya, ini berarti permintaan dolar AS naik, yang berarti juga harga dolar makin mahal, otomatis nilai rupiah melemah. Ini tantangan besar sih untuk pemerintah, gimana caranya biar nilai ekspor bisa lebih besar.
Sebenarnya ada solusinya. Meningkatkan “nilai jual" produk ekspornya alias bikin produk ekspor berharga mahal. Makin mahal berarti juga makin banyak uang yang didapatkan. Kalau alas kaki ya jangan bikin talinya doang, tapi bikin sepatu. Kalau bikin komputer, ya jangan hanya keyboard plastiknya aja, tapi bikin komputer lengkap dengan layar, hardware dan sukur-sukur kalau bisa pakai software buatan sendiri. Idealnya begitu.
ADVERTISEMENT
Tapi kalau melihat struktur investasi Indonesia, mungkin kita jadi rada pesimis. Investasi di Indonesia sebagian besar belum di bagian machinery dan equipment. Tapi masih di level raw material, bahan mentah atau dasar. Padahal mesin dan peralatan modern adalah modal awal bikin produk mahal.
Petugas mengitung uang rupiah di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Apa reaksi yang tepat di saat seperti ini?

Kembali lagi berbicara tentang nilai tukar. Saya yakin, sebagian di antara kita bukanlah sultan-sultan atau princess-princess berharta miliaran atau triliunan rupiah. Bukan seorang sultan itu bukan berarti kita tidak dapat berkontribusi atau mengambil langkah-langkah yang bijak.
Ada nih beberapa tips yang cocok untuk diterapkan oleh sobat-sobat di situasi seperti sekarang ini:
1. Kalau ada uang lebih dan senang berinvestasi, jangan beli ikut-ikutan beli dolar.
ADVERTISEMENT
Lebih baik tetap pegang rupiah dan tidak ada salahnya membeli obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN). Selain bunga pengembaliannya pasti, obligasi ini minim risiko karena dijamin oleh negara.
Ada 2 alasan yang mendasarinya.
Pertama, Indonesia itu masuk negara investment grade atau negara layak investasi. Ini berdasarkan penilaian beberapa lembaga pemeringkat kredit kelas dunia, seperti Moody’s, Fitch, Standard and Poor’s dan juga R&I lho!
Kedua, saya ingat sebuah pepatah: seperti halnya profit (keuntungan), risiko kerugian pun sama-sama tidak punya batasan. Karena psikologi manusia itu selalu mencoba mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, maka hal paling penting yang harus kita lakukan adalah memberi batasan pada kerugian.
Nah, membeli obligasi pemerintah ini adalah contoh bagaimana kita meminimalisir risiko. Selain itu, membeli obligasi ini berarti membantu pembangunan yes?
ADVERTISEMENT
Beneran, karena uangnya akan banyak dibelanjakan untuk proyek-proyek infrastruktur yang mendukung produktivitas masyarakat. Kalau tertarik bisa mulai baca-baca di laman Kementerian Keuangan. Untuk tahun ini, pemerintah akan menerbitkan obligasi setiap bulan. Jadi banyak kesempatan untuk berkontribusi gaes…
2. Mengurangi belanja-belanja online berbau impor dan beli produk-produk lokal.
Mungkin terdengar klise? Tapi beneran deh, langkah ini bisa membantu meredakan gejolak rupiah. Saya yakin banyak di antara kita itu bukan saudagar-saudagar kaya yang dengan entengnya mengeluarkan uang miliaran untuk beli jam mewah. Mungkin belanja kita kecil, tapi kalau kita keseringan belanja ya jadinya banyak juga. Kalau kita kurangi dikiiit aja, kita juga turut membantu mengurangi penggunaan dolar AS dan membantu mengurangi defisit neraca perdagangan.
ADVERTISEMENT
Atau kalau kebeleeeet tetap pengin belanja, ya diusahakan belanja produk lokal. Itung-itung membantu usaha kecil menengah atau perusahaan negeri sendiri. Apalagi di saat-saat sekarang ini, dimana omzet penjualan mereka pasti menurun, uang yang kita belanjakan pasti membantu mereka.
Menurut Chatib Basri, di tengah pandemi virus Covid-19, permasalahan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek adalah lemahnya permintaan, alias semakin sedikit orang yang belanja, semua fokus menghadapi krisis kesehatan.
Jadi, memang ada baiknya koq kalau kita belanja ke penjual lokal. Kita seperti memberikan “stimulus” ke mereka agar tetap berproduksi dan punya penghasilan. Dan ingat, kalau nggak kemahalan banget, nggak usah nawar-nawar terlalu murah yess.
3. Bantu pemerintah dengan menukarkan uang dolar kalian.
ADVERTISEMENT
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, kalau dolar ditukarkan dengan rupiah, berarti permintaan akan rupiah meningkat. Permintaan meningkat, berarti nilai rupiah semakin menguat.
Jadi dengan menukarkan beberapa puluh dolar bukan berarti tidak ada artinya. Kalau menukarkan puluhan dolar ini dilakukan oleh banyak orang, ya nilainya khan besar juga. Maka tukarkan uang-uang dolar hasil perjalanan dinas kalian (uhuk!), tukarkan uang dolar sisa jalan-jalan ke luar negeri atau hasil kerja di luar negeri.
Yang penting, jangan sungkan untuk berkontribusi ya, sekecil apa pun itu. Dan jangan lupa untuk lebih bijak mengambil keputusan. Live long and prosper!