Konten Media Partner

Ganja Diekspor, Peneliti: Penduduk Aceh tak Perlu Disubsidi Pemerintah

31 Januari 2020 21:24 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Batang tanaman ganja yang tengah berbuah di ladang yang ditemukan di hutan Aceh, Maret 2019. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Batang tanaman ganja yang tengah berbuah di ladang yang ditemukan di hutan Aceh, Maret 2019. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Ahli Kimia Bahan Alam dari Universitas Syiah Kuala Aceh, Profesor Musri Musman, menyatakan seandainya ganja dijadikan komoditas ekspor, maka pemerintah tidak perlu lagi menyubsidi penduduk Aceh. Menurutnya warga Aceh dapat membiayai diri sendiri dengan hasil ekspor ganja.
ADVERTISEMENT
"Mereka dapat membiayai diri dan justru menyumbang ke daerah-daerah lain," kata Musri yang juga peneliti ganja kepada jurnalis usai diskusi di Kamp Biawak, Limpok, Kota Banda Aceh, Aceh, Jumat (31/1) sore.
Prof Musri Musman dalam diskusi bertema 'Potensi industri ganja Aceh sebagai strategi pengentasan kemiskinan' di Kamp Biawak, Aceh, Jumat (31/1). Foto: Suparta/acehkini
Selain Musri, diskusi bertema "Potensi industri ganja Aceh sebagai strategi pengentasan kemiskinan" itu turut dihadiri Dhira Narayana dari Lingkar Ganja Nusantara (LGN), dan pemerhati ganja Teungku Jamaica.
Menurut Musri, dari segi pasar, kebutuhan ganja saat ini sangat besar. Ini menjadi peluang bagi Aceh, apalagi ditambah potensi tanaman ganja Aceh yang memiliki kandungan minyak atau cannabidiol oil (CBD) yang tidak terdapat pada ganja yang tumbuh di daerah lain.
"Peluang itu diperoleh karena minyak yang dihasilkan itu tidak dapat dihasilkan dari wilayah lain, yaitu kandungan CBD itu. Dengan demikian kita memiliki komparatif yang tidak bisa dipenuhi negara lain," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, menurut Musri, bila setiap penduduk memiliki kesempatan untuk menanamkan ganja, maka itu menjadi solusi pengentasan kemiskinan di Aceh. "Misalnya sekian hektare untuk menanam, dan ada regulasi-regulasi yang mengatur itu," sebut dia.
Suasana diskusi bertema 'Potensi industri ganja Aceh sebagai strategi pengentasan kemiskinan' di Kamp Biawak, Aceh, Jumat (31/1). Foto: Suparta/acehkini
Musri menyebut, bila itu dilakukan, maka setiap orang Aceh bisa menanam ganja di pekarangan rumah yang tentunya dapat menghasilkan. Dia berharap, agar pemerintah memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menanam ganja.
"Jangan banyak-banyak, lima tahun ini saja beri kesempatan, kalau kita gagal berarti tidak mampu menangani potensi kita sendiri," pungkasnya.
Pertengahan Januari 2020 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh merilis data terbaru mengenai kemiskinan. Per September 2019, jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 810 ribu orang atau 15,01 persen. Angka kemiskinan tersebut berkurang sebanyak 9 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2019 yang jumlahnya 819 ribu orang atau 15,32 persen. Dari jumlah itu, angka kemiskinan Aceh menurun 0,31 persen.
ADVERTISEMENT
Kendati angka kemiskinan di Aceh menurun, tapi berdasarkan data BPS tersebut, Aceh masih menempati provinsi termiskin di Sumatera dan nomor enam se-Indonesia.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR, Rafli Kande, mengusulkan agar ganja menjadi komoditas ekspor. Sebab, dia menilai ganja cukup menjanjikan bagi perdagangan Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Rafli, yang merupakan anggota DPR asal Aceh, dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2020).