Masjid dari Kotak Amal Kapal Apung Tsunami Aceh (3)

Konten Media Partner
22 Desember 2019 15:25 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bangunan Masjid Subulussalam di dekat Kapal PLTD Apung di Gampong Punge Blang Cut, Banda Aceh. Foto: Abdul Hadi/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Bangunan Masjid Subulussalam di dekat Kapal PLTD Apung di Gampong Punge Blang Cut, Banda Aceh. Foto: Abdul Hadi/acehkini
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gunawan terlihat ramah menyambut tamu-tamu yang bertandang ke kapal PLTD Apung. Kapal generator listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) ini diseret tsunami Aceh sejauh empat kilometer, pada 26 Desember 2004.
ADVERTISEMENT
Sekarang kapal ini teronggok di tengah permukiman warga Gampong Punge Blang Cut, Kota Banda Aceh. Sejak tahun 2012, kapal PLTD Apung dibuka secara resmi menjadi situs tsunami Aceh.
Berusia 35 tahun, Gunawan sudah berbilang tahun berdiri di pintu masuk kompleks kapal PLTD Apung. Di tangan kanan warga Punge Blang Cut, itu selalu mengepal sebuah alat penghitung manual terbuat dari besi. Setiap tamu melewati gerbang, Gunawan sigap menekan tombol penghitungan.
Gunawan menyambut para pengunjung di pintu masuk kompleks kapal PLTD Apung. Foto: Suparta/acehkini
Menjelang siang pada Minggu (15/12), angka hitungan di tangan Gunawan tercatat dua ratusan. Angka itu menunjukkan jumlah pengunjung yang masuk ke sana. Sejak dibuka untuk wisatawan, tamu yang memasuki kompleks kapal PLTD Apung tak dimintai tiket.
Ketika pengunjung keluar, Gunawan bergegas berdiri di bagian tengah gerbang. Di sana terdapat sebuah kotak amal menampung dana pembangunan masjid. Ia meminta bantuan pengunjung agar memberikan sumbangan.
ADVERTISEMENT
"Silahkan, silakan. Bagi derma untuk pembangunan masjid yang sedang dibina," kata Gunawan di hadapan rombongan turis Malaysia. Beberapa di antaranya lalu mengeluarkan lembaran uang ringgit, lantas memasukkan ke kotak amal. "Makasih pakcik, makcik," lanjut dia.
Turis Malaysia memasukkan sumbangan ke dalam kotak amal yang digunakan untuk pembangunan Masjid Subulussalam saat keluar dari kompleks kapal PLTD Apung. Foto: Suparta/acehkini
Menjaga kotak amal masjid sudah dilakoni Gunawan sejak 2013 atau beberapa bulan setelah situs PLTD Apung dibuka untuk umum. Ia bertugas sejak mentari terbit di timur hingga terbenam di barat. Malam hari, ia lantas menyetor hasil urunan tangan wisatawan itu ke bendahara masjid. Uang itu tercatat sebagai kas masjid, sebagai dana pembangunan.
Masjid Subulussalam berdiri megah di seberang gerbang sebelah barat kapal PLTD Apung. Berkubah biru, masjid ini sangat mencolok di antara bangunan-bangunan lain di kawasan itu. Menurut Gunawan, anggaran pembangunan masjid itu murni berasal dari sumbangan pengunjung situs tsunami yang tak terpaut jauh di sana.
Masjid Subulussalam berdiri megah di seberang gerbang sebelah barat Kapal PLTD Apung. Foto: Abdul Hadi/acehkini
Selain yang dikawal Gunawan, di kompleks kapal PLTD Apung juga terdapat dua kotak amal lain. Kotak-kotak itu diletakkan di gerbang dan di sekitar kapal. Dalam sehari, dari tiga kotak itu terkumpul sedikitnya Rp 80 ribu sumbangan. "Jika lagi banyak pengunjung pernah mencapai Rp 5 juta sehari," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sejak 2013 hingga sekarang, Masjid Subulussalam telah menghabiskan anggaran Rp 8,5 miliar. "Sebagian besar uangnya dari kotak amal di kapal," tutur Gunawan. Kini masjid itu sudah mulai digunakan oleh jemaah untuk ibadah.
Pengunjung berfoto di tugu dalam kompleks Kapal PLTD Apung yang memuat nama-nama warga setempat yang meninggal saat Tsunami Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Pengunjung melihat suasana dalam lambung kapal PLTD Apung. Foto: Suparta/acehkini
Sebelum itu, bangunan lama Masjid Subulussalam berukuran lebih kecil. Belakangan bangunan lama dibongkar dan dibangun baru supaya dapat menampung lebih banyak jamaah. Saat tsunami melanda, bangunan lama Masjid Subulussalam tak roboh. Air bah hanya menghancurkan pagar masjid.
Setelah 15 tahun tsunami Aceh dan kapal yang diseret tsunami menjadi situs wisata, warga Punge Blang Cut sepertinya mulai merengkuh berkah. Sebagian besar penyintas desa itupun sekarang bekerja sebagai pemandu di Kapal PLTD Apung.
[Tamat]