Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pandemic Fatigue dan Kompetisi Berbuat Baik
6 Agustus 2021 20:00 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kamis sore (05/08) saya mengantarkan istri ke dokter gigi. Setelah sekian lama kami berupaya untuk benar-benar berada tetap di dalam rumah, hanya sebulan sekali ke supermarket untuk belanja bulanan, atau pun sekadar keliling perumahan.
ADVERTISEMENT
Rasa was-was berpapasan dengan virus korona, terus menghantui kami. Terlebih, istri yang terpaksa mesti melakukan kontrol kesehatan giginya. Dokter gigi pasti telah siap sedia dengan kelengkapan APD-nya dan masker respirator.
Namun, berpapasan dengan orang lain yang juga antri untuk kontrol gigi adalah keniscayaan. Bak menuju medan perang melawan musuh tak kasat mata, berbekal masker ganda, penyanitasi tangan, dan menjauhi kerumunan. Kami berdua lebih memilih berada di dalam kendaraan pribadi saat menanti antrian.
Apakah kita mengalami pandemic fatigue?
Apakah rasa atau sikap yang kami jalani ini adalah sesuatu yang berlebihan? Cemas tak karuan dan hati selalu tak tenang meninggalkan rumah (yang menjadi zona perlindungan). Apakah kami mengalami pandemic fatigue ?
Fase kelelahan akibat pandemi, cemas dalam penantian panjang pandemi COVID-19 yang tak kunjung padam, ditambah perpanjangan PPKM di tiap akhir pekan?
ADVERTISEMENT
Kami sempat mengalami fase menjauhkan diri dari berita tentang COVID-19. Berjibaku dengan pengalihan diri melalui menulis apa pun yang terlintas, hingga menonton drama korea (sesuatu yang di luar keseharian kami).
Di tengah kecemasan dan kejenuhan penantian dan naik turunnya angka pandemi, istri juga mengisi waktunya dengan menyaksikan acara para YouTuber yang berbagi kebaikan.
Hingga akhirnya, di hari perayaan pernikahan, kami coba mengadopsi konsep berbagi kebaikan tersebut. Sesekali itu, kami beranikan diri keluar, menyapa lingkungan sekitar dengan membawa bingkisan ala kadarnya untuk dibagi.
Kami merasa bahwa kebaikan itu dapat ditularkan dan mengetuk hati untuk saling bantu sebisanya. Karena hidup tak selamanya di depan layar gawai atau laptop. Kita memerlukan udara segar di luar sekotak bangunan yang kita jadikan tempat berteduh.
ADVERTISEMENT
Keseimbangan antara interaksi dunia nyata dan dunia maya menjadi timpang. Walhasil, secanggih apapun teknologi mampu hadirkan keluarga yang jauh di depan mata secara daring, ternyata mudik atau pulang kampung tetap jadi kerinduan yang dinanti.
Sifat dasar manusia: kerja sama dan kompetitif
Hasrat untuk bertemu secara tatap muka langsung, atau kita kenal pula dengan silaturahmi adalah keinginan yang wajar karena kita makhluk sosial.
Kerja sama yang dijalin antar sesama manusia itulah yang dapat membuat kita tumbuh dan berkembang. Keinginan untuk bekerja sama, gotong royong, bahu membahu melekat di jantung kehidupan kita.
Mulai dari interaksi keseharian dan kelekatan emosional kita yang melahirkan berbagai upaya semacam kegiatan cantelan berbagi hingga warga bantu warga. Mungkin rasa yang ada di hati sanubari manusia untuk saling kerja sama adalah pemantik kita berbagi.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Dahlan Iskan pun dalam salah satu wawancaranya dengan stasiun televisi menyampaikan bahwa orang baik pastinya niat dan tujuannya baik, tapi tak menutup kemungkinan ada hal-hal di luar dugaannya.
Di sisi lain, kita sebagai makhluk sosial yang senantiasa siap kerja sama, terpantik untuk bahu membahu untuk menyalurkannya begitu ada yang menawarkan bantuan, apalagi dalam jumlah fantastis.
Kebaikan yang terjadi di tengah pandemi dan kondisi pemulihan ekonomi seperti saat ini, mungkin dapat menjadi salah satu faktor yang membuat kita lupa untuk senantiasa cermat dalam bertindak.
Selain motivasi manusia untuk saling bantu dan berbuat baik, ternyata salah satu naluriah manusia lainnya adalah berkompetisi.
ADVERTISEMENT
Salah satu tulisan pada jurnal Nature Communication, berkesimpulan bahwa kerja sama global yang terjadi merupakan produk dari kompetisi atau persaingan antar kelompok budaya.
Di tengah situasi pandemi COVID-19 ini, salah satu kompetisi terbaik yang mampu dilakukan adalah berbuat kebaikan. Apa yang saya dan istri lakukan, sepertinya bagian dari naluri kami sebagai manusia untuk berkompetisi dengan tontonan YouTuber berbagi.
Ajakan tersebut mengajarkan kita untuk menyegerakan berkompetisi dalam berbuat baik, bukan untuk pamer atau mengharap pujian dari orang lain.
Tapi lebih ke arah jangan membuang waktu kita dengan sia-sia hanya tanpa amal baik. Karena dengan berbuat amal baik tersebut berarti kita menyalurkan energi yang kita miliki secara positif.
Saya merasakan bahwa energi positif inilah yang mampu menularkan kebaikan dari tiap diri kita sebagai manusia, bangkitnya rasa empati dan kepedulian dari dalam diri.
ADVERTISEMENT
Tentunya hal ini juga akan menghindarkan kita dari perbuatan tercela, energi negatif yang justru akan membawa kita pada stres, lelah fisik dan mental.
Kejadian yang dialami oleh Dinar Candy yang protes dengan berbikini di pinggir jalan yang konon katanya stres dampak PPKM berkepanjangan merupakan salah satu bentuk pandemic fatigue yang perlu dihindari.
Lelah dan kecemasan tak berujung hingga akhirnya berujung pada tindakan di luar kendali kita.
Saya jadi ingat tulisan seorang kawan dalam salah satu media daring, dia menulis bahwa saling sapa di tengah pandemi COVID-19 secara daring adalah cara tersederhana kita untuk saling berbagi kebaikan dan bentuk interaksi serta kerja sama kita sebagai makhluk sosial.
Kebaikan lainnya yang sering kita lihat di era digital ini adalah viralnya seseorang hingga kemudian sejumlah bantuan mengalir.
ADVERTISEMENT
Kita diingatkan pada kisah bapak penjual agar-agar yang membawa uang lima ribu rupiah untuk membeli nasi padang dan kebaikan sang mahasiswa yang merekam kejadian tersebut.
Kemudian buah perjuangan di tengah pandemi melalui prestasi yang diraih oleh pasangan pebulutangkis ganda putri hingga mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak .
Kita dapat menyaksikan sendiri bagaimana bentuk kompetisi kebaikan di zaman sekarang, kebaikan yang ditularkan di tengah pandemi.
Manusia berbagi sekecil apapun yang dimilikinya sesuai kapasitasnya masing-masing merupakan bagian dari bangkitnya energi positif.
Pembelajaran yang dapat dipetik
Situasi pandemi yang dapat membawa kita kepada pandemic fatigue, lemah secara fisik maupun mental cukuplah berbahaya. Saatnya kita bangkit bersama, melenting kuat dan menjadi manusia yang tumbuh berkembang lalui fase pandemi dengan kebersamaan dalam kebaikan.
Beberapa poin yang dapat dipetik dari interaksi saya dan istri yang memberanikan diri untuk melihat lingkungan sekitar, kemudian dari sejumlah kisah di negeri ini yang kita saksikan melalui berbagai media adalah:
ADVERTISEMENT
Adakah langkah bersama untuk bangkit?
Lalu langkah apa saja yang mesti dilakukan oleh Pemerintah mencermati berbagai fenomena yang muncul dampak dari pandemic fatigue?
Saya membayangkan di tiap desa/kelurahan, bahkan jika memungkinkan di tingkat rukun warga (RW)/rukun tetangga (RT) mempunyai wadah konseling atau sekadar wadah komunikasi antar warga.
ADVERTISEMENT
Mungkin untuk saat ini bisa dijembatani dengan mengoptimalkan fungsi dan peran dari satgas COVID pada unit terkecil tersebut.
Kemudian, di tingkat Kecamatan atau Kabupaten/Kota bahkan Provinsi dapat menyediakan acara atau tempat untuk mewadahi upaya pemulihan perekonomian masyarakat.
Misal, mempromosikan UMKM secara daring melalui media sosial resmi pemerintah. Saya sempat melihat sejumlah pejabat pemerintah daerah telah melakukan langkah nyata tersebut.
Misalnya, Ganjar Pranowo menyediakan akun media sosial pribadinya untuk wadah promosi UMKM. Kemudian, Ridwan Kamil dalam akun media sosialnya beberap hari lalu menunjukkan kegiatan berbagi kebaikan oleh Kang Doni Salmanan bagi masyarakat terdampak PPKM.
Mungkin banyak contoh tindakan pejabat publik lainnya yang dapat menjadi penyebar energi positif kebaikan.
Selain tentunya, untuk langsung menyentuh masyarakat perlu peran tokoh masyarakat dan tokoh agama. Tokoh-tokoh tersebut diharapkan mampu mengajak masyarakat untuk bersama menjaga lingkungan, membangkitkan empati dan kepedulian antar sesama.
ADVERTISEMENT
Semangat gotong royong, bahu membahu yang juga terus disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam setiap pidatonya semoga dapat menjadi pengingat bagi kita semua.
Mari kita berkompetisi dalam kebaikan dan menularkan energi positif, sehingga kesulitan pandemi ini dapat kita lalui bersama.