Mahar yang Baik dalam Pandangan Islam, Calon Pengantin Wajib Tahu

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
4 April 2021 15:20 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mahar pernikahan. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mahar pernikahan. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Kewajiban pertama suami terhadap istri adalah memberikan mahar pernikahan. Ketika melangsungkan pernikahan, pihak laki-laki disyaratkan untuk menyerahkan mahar sebagai simbol cinta kasih dan bukti ketulusan hatinya. Perintah pemberian mahar ini terdapat dalam Alquran surat An-Nisa ayat 4 yang artinya:
ADVERTISEMENT
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Ketika melihat pernikahan selebriti atau figur publik, tidak sedikit orang yang sering kali dibuat ternganga dengan besaran mahar yang diberikan. Bahkan, ada yang tidak segan memberikan mahar senilai miliaran rupiah. Lantas, bagaimana mahar yang terbaik menurut pandangan Islam?

Mahar Itu Seperti Apa?

Ilustrasi mahar pernikahan. Foto: Unsplash
Mahar atau lazim disebut maskawin adalah salah satu syarat wajib dalam pernikahan Muslim. Mahar diberikan oleh pengantin laki-laki kepada mempelai perempuan.
Apa yang dimaksud mahar dalam Islam? Mahar adalah harta atau benda yang wajib diberikan oleh pihak laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan saat pernikahan. Jika pemberian itu dilakukan di luar akad nikah, maka tidak disebut mahar, tetapi hanyalah pemberian biasa.
ADVERTISEMENT
Definisi lainnya, mahar dalam Islam menurut Imam Malik adalah harta yang berikan seorang laki-laki kepada calon istrinya sebagai penghalal hubungan mereka. Mahar menunjukkan kesungguhan suami dalam bertanggung jawab kepada istri.
Bentuk mahar bermacam-macam, bisa berupa uang, emas, alat salat, dan lainnya, tergantung kemampuan pengantin laki-laki. Namun, apa mahar terbaik yang bisa diberikan kepada pengantin perempuan?

Mahar Terbaik Adalah yang Meringankan Calon Suami dan Istri

Mengutip buku Hadiah Pernikahan Terindah oleh Ibnu Watiniyah dan Ummu Ali, Rasulullah SAW selalu menanyakan kepada para sahabat tentang mahar apa yang akan diberikan kepada calon istri mereka. Tindakan ini menunjukkan betapa pentingnya mahar dalam pernikahan.
Perintah memberi mahar mangajarkan umat Muslim bahwa seorang perempuan layak untuk dihormati. Oleh karena itu, pemberian mahar harus disertai niat tulus dan ikhlas untuk memuliakan perempuan.
ADVERTISEMENT

Uang Mahar Itu untuk Siapa?

Ilustrasi uang mahar. Foto: Unsplash
Mengutip Baiti Jannati oleh Abdul Syukur Al-Azizi (2015: 53), mahar merupakan hak seorang istri dan tidak boleh siapa pun mengambilnya, baik orang tua ataupun pihak lainnya. Dengan demikian, uang mahar yang diberikan mempelai laki-laki menjadi hak milik perempuan. Pengecualian jika istri rida memberikan uang mahar tersebut kepada orang yang memintanya.
Apa fungsi mahar dalam pernikahan? Mahar mempunyai fungsi penting dalam suatu pernikahan. Mengutip Mahar Services dalam Pernikahan Islam oleh Muhammad Karim, dkk. (2020: 127-132), beberapa fungsi mahar menurut Islam, di antaranya:

1. Syarat Sah Pernikahan

Mahar merupakan syarat sah pernikahan dan wajib dipenuhi suami. Syeikh ‘Abdul ‘Azhim al-Badawi menjelaskan, pernikahan tanpa mahar tidaklah sah meskipun pihak perempuan telah rida untuk tidak mendapatkan mahar.
ADVERTISEMENT

2. Membedakan Pernikahan dengan Mukhadanah

Mahar merupakan simbol yang dikenal untuk membedakan antara pernikahan dengan mukhadanah (pernikahan bangsa Jahiliyah). Pada zaman Jahiliyah, ada kebiasaan di mana mempelai laki-laki memberikan sejumlah harta kepada wali dari perempuan, tapi mempelai perempuan sama sekali tidak mendapatkan apa-apa.
Sebab itu, Allah SWT membatalkan hal tersebut dalam Islam dengan menjadikan mahar sebagai milik perempuan dengan firman-Nya yang jelas tercantum dalam Alquran surat An-Nisa ayat 4.

3. Simbol Cinta Kasih

Mahar berfungsi sebagai simbol atau tanda bukti bahwa suami menaruh cinta kasih terhadap istri yang dinikahinya. Selain itu, mahar juga menjadi bentuk kejujuran dan keikhlasan suami dan istri demi terwujudnya kesejahteraan dalam keluarga nantinya.
Dalam ajaran Islam, sudah diketahui tugas masing-masing dalam rumah tangga, yaitu suami sebagai penanggung jawab untuk urusan nafkah dan istri sebagai penanggung jawab urusan rumah tangga dan anak-anaknya. Masing-masing peran tersebut diikat dalam akad nikah yang dibalut mahar dari suami.
ADVERTISEMENT

4. Simbol Tanggung Jawab

Mahar merupakan simbol tanggung jawab dari pihak laki-laki untuk menjamin kesamaan hak dan kesejahteraan bahtera rumah tangga bersama istrinya. Mahar ini juga menjadi tanda bukti bahwa suami akan siap membantu sang istri agar tercipta kenyamanan dan kebahagiaan dalam rumah.

5. Sebagai Tolak Ikat bagi Suami

Adanya mahar sebagai tolak ikat bagi suami supaya tidak mudah untuk menjatuhkan talak atau cerai pada istri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pernikahan merupakan penyatuan laki-laki dan perempuan yang beda karakter dan adat, sehingga perselisihan akan sangat biasa terjadi. Namun, mahar ini akan mengikat keduanya dalam kesabaran dan penyesuaian antara suami-istri.

Berapa Mahar yang Dianjurkan dalam Agama Islam?

Ilustrasi mahar pernikahan. Foto: Unsplash
Islam tidak memberikan batasan atau besar kecilnya mahar yang harus diberikan oleh seorang laki-laki kepada calon istrinya. Akan tetapi, mahar hendaknya berupa barang yang bernilai, halal, dan suci.
ADVERTISEMENT
Dalam buku Fiqih Mahar yang ditulis oleh Isnan Ansory (2020), para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan maksimal untuk nilai mahar. Sementara untuk batas minimalnya, Imam Syafi'i mengatakan bahwa batas minimal yang boleh dijadikan mahar adalah harta ukuran minimal yang masih dihargai masyarakat, dianggap bernilai, dan layak diperdagangkan.
Selain itu, mayoritas pendapat para ulama untuk aturan mahar pernikahan adalah yang disepakati kedua pihak (suami dan istri), baik banyak maupun sedikit. Imam Nawawi juga mengatakan bahwa tidak akan ukuran mutlak untuk mahar.
Dari penjelasan tersebut diketahui, nilai minimal sebuah barang yang bisa dijadikan mahar adalah sesuatu yang masih bisa disebut harta, sehingga orang akan menghargainya. Karena itu, ketika ada mahar yang tidak memiliki nilai, maka belum bisa dianggap mahar, dan suami berkewajiban menggantinya dengan benda yang lebih bernilai.
ADVERTISEMENT
Apakah mahar wajib dalam agama Islam? Mahar wajib hukumnya diberikan kepada pengantin perempuan yang akan dinikahinya. Di dalam meminta mahar kepada calon suami, calon istri tidak diperkenankan menuntut sesuatu yang besar nilainya atau yang memberatkan calon suami.
Bagi calon istri, sebagaimana diajarkan Islam, dianjurkan untuk meminta mahar yang meringankan beban calon suaminya dan bisa memudahkan dalam proses akad nikah. Kendati begitu, ada pula pendapat yang menyunahkan mahar senilai yang diberikan Rasulullah.
Berapa mahar yang diberikan Rasulullah kepada Aisyah? Rasulullah memberikan mahar kepada Aisyah setara dengan 50 dinar atau 200 gram emas. Pada saat itu, 1 dinar setara dengan 10 dirham. Sebagaimana yang tercantum dalam riwayat hadis berikut:
"Sayyidah Aisyah berkata, 'Mahar Rasulullah kepada para istri beliau adalah 12 uqiyah dan satu nasy. Tahukah engkau apakah nasy itu?' Abu Salamah berkata, 'Tidak.' Aisyah berkata, 'Setengah uqiyah.' Jadi, semuanya 500 dirham. Inilah mahar Rasulullah kepada para istri beliau." (HR. Muslim)
ADVERTISEMENT
Terlepas dari itu, pada prinsipnya para ulama bersepakat bahwa mahar terbaik adalah yang meringankan kedua belah pihak. Hal ini disandarkan pada riwayat hadis berikut:
"Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: 'Nikah yang paling besar berkahnya yaitu yang paling ringan maharnya." (HR. Ahmad)
Rasulullah mengajarkan bahwa mahar yang diberikan harus memperhatikan dua hal, yaitu memudahkan mahar dan menyesuaikannya dengan kemampuan, serta memilih mahar terbaik yang dibutuhkan oleh mempelai perempuan.
Perempuan seharusnya menentukan mahar yang sesuai dengan kemampuan calon suaminya agar tidak memberatkan. Namun, calon suami juga tidak dianjurkan untuk memberikan mahar seadanya, melainkan harus mengusahakan mahar terbaik untuk sang istri.
Definisi baik di sini tentu berbeda untuk masing-masing orang. Sesuatu yang baik menurut calon suami belum tentu baik di mata calon istri. Keduanya perlu menentukan titik tengah dengan berkoordinasi dan kompromi.
ADVERTISEMENT
Untuk laki-laki, pilihlah mahar yang disukai dan bermanfaat bagi calon istri, tidak hanya sekadar pajangan. Ada banyak macam mahar yang bisa dipilih pihak laki-laki, termasuk mahar pernikahan kekinian yang bisa dijadikan referensi.
Kendati begitu, tidak sedikit orang yang memilih untuk memberikan mahar pernikahan sederhana, seperti Alquran dan alat salat. Jika maskawinnya adalah Alquran dan seperangkat alat salat, maka lebih baik Alqurannya dibaca dan dipelajari serta alat salatnya digunakan.

Mahar dan Mas Kawin Apa Bedanya?

Ilustrasi maskawin berupa cincin yang dipakai perempuan saat resepsi pernikahan. Foto: Unsplash
Pada dasarnya, tidak ada perbedaan mas kawin dan mahar pernikahan. Keduanya merujuk pada harta atau barang yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan.
Akan tetapi, perbedaan keduanya terletak pada istilah yang dipakai. Mahar merupakan istilah yang berasal dari kata al-mahru dalam bahasa Arab. Secara bahasa, arti mahar adalah pemberian untuk seorang perempuan karena suatu akad.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, maskawin adalah istilah mahar dalam bahasa Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, maskawin adalah pemberian pihak pengantin laki-laki (misalnya emas, barang, kitab suci) kepada pengantin perempuan pada waktu akad nikah, dapat diberikan secara kontan maupun secara utang.
Siapa yang berhak menentukan mas kawin? Dalam Islam, yang berhak menentukan mahar dan maskawin dalam pernikahan adalah pihak perempuan. Seorang perempuan bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang diinginkan dengan menyesuaikan keadaan dan kesanggupan calon suami.
(ERA)