Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kala Sindiran untuk Trump Menjelma Gerakan Perempuan Dunia
8 Maret 2017 7:02 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Perempuan Internasional, wahai perempuan di seluruh dunia!
ADVERTISEMENT
Dan sesungguhnya, perempuan dunia bahkan sudah bergerak sebelum hari “perayaan” yang jatuh hari ini, 8 Maret, tiba.
Lautan pink mewarnai gerakan Women’s March di seluruh dunia. Para perempuan mengenakan topi wol merah muda berbentuk kepala kucing, dengan dua “telinga kucing” yang khas menyembul pada topi tersebut.
Di Amerika Serikat, perempuan-perempuan itu serempak melangkah tanpa khawatir tertusuk beku cuaca dingin. Jangan cemas, ada pussy hat di kepala mereka yang senantiasa memberikan kehangatan.
Pussy hat, dalam rangkaian Women’s March yang dilaksanakan di berbagai penjuru dunia, menjadi ikon pelengkap.
Tapi apa sesungguhnya makna di balik topi rajutan pink itu?
Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, pussy hat berarti arti topi kucing. Karena memang demikianlah bentuknya. Topi wol ini dibuat dengan dirajut, layaknya bennie yang dipakai saat musim dingin untuk menghangatkan kepala.
ADVERTISEMENT
Warna pussy hat yang digunakan untuk Women’s March sengaja dipilih pink terang agar mencolok. Membuat peserta aksi dapat dengan mudah dikenali dan terlihat.
Proses pembuatan pussy hat menyiratkan makna mendalam dan spesial, dirangkai secara khusus oleh sang pencetus gerakan.
Pussy hat menjadi sebuah gerakan untuk mendukung Women’s March Internasional. Simbolisasi pussy hat pertama kali digagas oleh Krista Suh dan Jayna Zweiman yang saat itu ingin mengikuti Women’s March di Amerika.
Krista Suh saat itu bertekad tak hanya akan sekadar muncul di tengah massa, melainkan secara signifikan melakukan sesuatu. Ia lalu memikirkan cara, bagaimana agar dapat menunjukkan sesuatu melalui simbol yang bisa ditangkap secara visual oleh khalayak.
Teringat dengan cuaca Washington DC yang begitu dingin, tak mungkin baginya untuk membuat simbol dengan visual tank top atau kaos. Krista pun mencari akal bagaimana agar tetap merasa hangat di suhu rendah yang menggigit tulang.
ADVERTISEMENT
Alhasil, ia memutuskan untuk merajut topi wol yang hangat. Pada topi rajutan itu, Krista Suh menyematkan makna.
Bentuk kepala kucing menjadi simbol yang ingin ia usung melalui topinya, merujuk pada pernyataan vulgar Presiden AS Donald Trump tentang keuntungan yang dimiliki oleh seorang pria terkenal atas para perempuan.
“When you’re a star, they let you do it. You can do anything. Grab them by pussy,” kata Trump.
Pussy yang dimaksud Trump pada kalimat itu tentu bukan kucing, melainkan arti harfiah lain dari kata tersebut, yakni alat kelamin perempuan atau vagina.
Dengan demikian, pussy hat menjadi simbol kecaman terhadap pernyataan Trump yang terkesan amat meremehkan dan merendahkan perempuan tersebut.
Sementara cara pembuatan pussy hat dengan dirajut, ditafsirkan sebagai bentuk dukungan tulus untuk seluruh pejuang hak perempuan di dunia.
ADVERTISEMENT
Pussy hat menjadi simbol ketulusan, kehangatan, dan semangat juang besar dari seluruh peserta Women’s March.
Simbol ini sukses meraup perhatian khalayak luas.
Pussy hat menjadi atribut yang dipakai oleh seluruh sister marches di berbagai belahan dunia, salah satunya di Indonesia. Dengan atribut topi wol itu, gerakan Women’s March jadi mudah diidentifikasi, terlihat mencolok di sepanjang jalan kota.
Pussy hat sebagai ikon utama Women’s March lantas memunculkan Pussy Hat Project, yakni membuat rajutan pussy hat secara serempak dan massal.
Topi kucing hasil rajutan tangan sendiri itu kemudian dibagikan kepada mereka yang ikut Women’s March.
Pussy hat kini mendunia. Dari kecaman terhadap Donald Trump menjadi simbol solidaritas para pembela hak perempuan.
Ikuti rangkaian kisah gerakan perempuan di sini
ADVERTISEMENT