Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Perempuan, bagi sebagian orang, adalah warga kelas dua yang tak mungkin sebagus lelaki dalam berkarya dan memimpin. Sebagai pelengkap dan penyempurna sekrup semesta sudah tentu, tapi jadi pusat galaksi pasti tidak.
ADVERTISEMENT
Benarkah demikian? Sebab sesungguhnya, tiap manusia apakah lelaki atau perempuan, adalah sekrup yang saling mengunci bangunan kokoh jagat.
kumparan akan membawa anda menyimak sepak terjang para perempuan pendobrak --yang mungkin beberapa di antaranya jarang terdengar di telinga.
Mari ikuti kisah mereka.
Laksamana Malahayati
Namanya jarang didengar, namun perjuangannya tak bisa dipandang sebelah mata. Itulah Laksamana Malahayati sang perempuan perkasa.
Ia orang nomor satu dalam memimpin pasukan militer Kesultanan Aceh. Keakraban Malahayati dengan laut dan militer tak lepas dari darah sang ayah pada dirinya.
Ayahanda Malahayati, Mahmud Syah bin Laksamana Muhammad Said Syah, juga seorang laksamana yang “menguasai” lautan.
Sebagai seorang perempuan pelaut dan pejuang, Malahayati pernah memimpin 2.000 personel pasukan yang terdiri dari para janda yang telah ditinggalkan suami mereka yang tewas di medan perang.
ADVERTISEMENT
Pasukan perempuan berbahaya itu dikenal dengan sebutan Inong Balee. Mereka berperang sengit, menyerang benteng-benteng dan kapal-kapal Belanda pada 11 September 1599.
Dalam pertempuran tersebut, Malahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman dalam sebuah ajang duel di atas kapal.
De Houtman yang tewas di tangan Malahayati ialah penjelajah dan pedagang Belanda. Ia kepala ekspedisi pertama Belanda ke Nusantara yang membuka jalur perdagangan rempah bagi negerinya ke Nusantara.
Karena keberanian serta ketangguhannya dalam peperangan, Malahayati menjadi perempuan pertama yang memperoleh gelar laksamana di dunia.
Perjuangan Malahayati tak berhenti sampai di situ. Saat itu, Kerajaan Aceh sempat terancam Portugis. Malahayati lantas mengusulkan pembentukan armada untuk menyerang dan meningkatkan keamanan Kerajaan Aceh.
Permintaannya disambut baik. Ia diangkat menjadi Panglima Armada Inong Balee, lalu mendirikan Benteng Kuto Inong Balee yang tingginya mencapai 3 meter. Benteng itu dilengkapi dengan meriam dan ratusan kapal perang.
ADVERTISEMENT
Pasukan Malahayati yang semula hanya 1.000 orang kemudian bertambah menjadi 2.000 orang. Armada asing yang melintasi Selat Malaka pun gentar dengan berdirinya Benteng Kuto Inong Balee dan kegarangan pasukan Inong Balee di bawah Malahayati.
Nama Malahayati begitu melegenda karena perjuangannya yang tanpa habis mengusir penjajah dari tanah Sumatera. Ia harus dikenang sebagai salah satu perempuan yang begitu berjasa dalam gerak juang Indonesia.
Marsinah
Kematian Marsinah hingga saat ini masih misteri. Bahkan, namanya mungkin sudah terlupakan banyak orang, dibungkam janji-janji pengusutan kasus hak asasi manusia --dan akhirnya dibiarkan hilang tak berjejak.
Marsinah adalah seorang aktivis yang berjuang untuk kesejahteraan buruh. Awal perjuangannya dimulai saat ia bekerja di sebuah perusahaan bernama PT. Catur Putera Surya.
ADVERTISEMENT
Perusahaan tersebut, di tengah pelik krisis ekonomi, membandel dan menolak untuk menaikkan upah buruh sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Timur Nomor 50 Tahun 1992 yang berisi imbauan terkait kenaikan upah buruh sebesar 20 persen dari gaji pokok.
Upah tak kunjung dinaikkan, Marsinah bersama buruh lain melancarkan gerakan buruh massal untuk menuntut hak mereka. Tapi alih-alih didengar, kawan-kawan Marsinah malah diciduk oleh Komando Distrik Militer di Sidoarjo.
Marsinah tak tinggal diam. Ia bertekad mengunjungi para kawan seperjuangannya, beritikad merebut kembali kebebasan mereka. Dan ternyata, itikad itu menjadi perjuangan terakhir yang bisa --dan boleh-- ia lakukan.
Marsinah tak pernah kembali lagi sejak itu. Berbagai desakan dari para aktivis HAM kepada pemerintah untuk mengusut kasus Marsinah hanya dipandang sebelah mata, dan meninggalkan begitu banyak tanda tanya.
ADVERTISEMENT
Nahas. Marsinah dibiarkan menghilang, tersisa tinggal nama.
Pratiwi Sudarmono
Pratiwi Sudarmono adalah seorang ilmuwan Indonesia. Saat ini,ia menjabat sebagai profesor bidang mikrobiologi di Universitas Indonesia.
Nama Pratiwi melesat ke angkasa tahun 1985 setelah dia terpilih menjadi salah satu perempuan yang akan terbang ke luar angkasa dalam proyek NASA STS-61-H. Misi proyek itu membawa tiga satelit komersial ke orbit, salah satunya Palapa milik Indonesia.
Dalam proyek tersebut, ia akan berperan sebagai spesialis muatan. Namun nahas, rencana misi terbang ke luar angkasa itu lantas kandas bersama terbakarnya pesawat misi luar angkasa Challenger.
Proyek pengiriman satelit komersial Palapa B-3 Indonesia yang direncanakan pada misi STS-61-H itu pun batal terlaksana.
Bagaimanapun, terpilihnya Pratiwi Sudarmono untuk ikut dalam proyek NASA merupakan salah satu momen bersejarah bagi Indonesia: memiliki astronot perempuan, dan masih satu-satunya sampai kini --yang lulus uji kelayakan untuk terbang ke luar angkasa.
ADVERTISEMENT
Posisi spesialis muatan tak mesti berkewargananegaraan Amerika, sehingga berbagai negara mengirimkan putri-putra terbaik mereka untuk memperebutkan posisi tersebut.
Melalui serangkaian seleksi itulah Pratiwi Sudarmono lulus menyingkirkan kandidat lain.
Pratiwi memang batal terbang ke luar angkasa, namun karya dan prestasinya menjadi salah satu titik cerah perjuangan perempuan di sektor antariksa.
Marianne Katoppo
Namanya kuat tersuar dalam ranah kesusastraan. Marianne Katoppo menjadi simbol perjuangan perempuan melalui rangkaian karya sastra menggugah.
Membicarakan Marianne Katoppo sama saja dengan bicara perempuan. Marianne adalah perempuan penulis yang amat gigih mempertahankan diksi “perempuan” dalam setiap karyanya sejak 1978.
Tak seperti penulis-penulis lain, Marianne menolak menggunakan diksi “wanita” yang erat maknanya dengan akronim wani ditata --istilah dalam bahasa Jawa yang memiliki arti “berani diatur”. Seakan menjadi perempuan adalah menjadi makhluk yang harus bisa diatur.
ADVERTISEMENT
Tafsiran itu jauh berbeda dengan diksi “perempuan” yang identik dengan makna “empu” yang berarti: perempuan memiliki otoritas terhadap diri dan tubuhnya.
Idealisme Marianne mempertahankan kata perempuan dalam karyanya ialah karena ia berpegang pada prinsip: bahasa sudah semestinya jujur dan mencerminkan realitas.
Dan pada realitanya, perempuan adalah pemberi dan pemelihara kehidupan. Perempuan berperan untuk menjaga dan menghidupi kehidupan ini.
Salah satu karya Marianne yang begitu menonjol bertajuk Compassionate and Free: an Asian Woman’s Theology, diterbitkan pada 1979. Buku ini menjadi rujukan literatur teologi perempuan Asia yang digunakan oleh seluruh sekolah teologi di dunia.
Dalam buku ini, Marianne dengan tegas menyatakan bahwa perempuan Asia harus berani melepaskan diri dari kekangan budaya luar yang “asing” dan kuat mengikat. Perempuan harus berdikari dan membebaskan diri dari nilai yang tak sesuai dengan dirinya.
ADVERTISEMENT
Semangat Marianne yang begitu kuat untuk membebaskan perempuan dari “kutukan” patriarki begitu kuat tersirat dan tersurat dalam tiap karyanya.
Meski Marianne telah tiada, jiwanya terus berjuang bersama para perempuan melalui karyanya yang tak lekang masa.
Fatima Mernissi
Fatima Mernissi asal Maroko merupakan pionir feminis Islam. Ia aktif menulis tentang isu-isu perempuan Timur Tengah. Namanya dikenal sebagai seorang feminis yang melakukan eksplorasi mendalam terkait perempuan dalam kacamata Islam.
Karya Fatima banyak berbicara mengenai ideologi seksual, identitas gender, organisasi yang bergerak dalam segi sosiopolitik, hingga status perempuan dalam Islam. Fokus utamanya adalah masyarakat dan budaya Maroko.
Sebagai seorang feminis, Fatima menggali bentuk ideologi dan sistem politik yang membungkam perempuan. Ia melakukannya dalam dua cara. Pertama, dengan menantang diskursus lelaki Muslim yang dominan atas perempuan dan seksualitasnya. Kedua, menyuarakan aspirasi para perempuan terbungkam melalui bukunya yang salah satunya berjudul Doing Daily Battle (1988).
Karya Fatima yang sarat nilai feminisme Timur Tengah menjadi salah satu rujukan utama untuk memahami bagaimana sesungguhnya perjuangan dan pergerakan feminisme di kawasan Timur Tengah dari segi sosial, politik, ekonomi.
ADVERTISEMENT
Coretta Scott King
Mungkin, nama Martin Luther King terdengar lebih akrab di telinga kita. Namun, familierkah anda dengan nama Coretta Scott King?
Ia akrab disapa Mrs. King dan dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia yang gencar bergerak bersama sang suami, Martin Luther King.
Sedari kecil, Mrs. King telah dihadapkan dengan berbagai persoalan ketidakadilan di sekitarnya. Ia juga dididik untuk peka terhadap masalah sosial dan perdamaian di lingkungannya.
Dia pergi berlayar ke seluruh dunia untuk membicarakan masalah ras dan keadilan ekonomi, hak perempuan dan anak, lesbian gay biseksual transgender (LGBT), kebebasan beragama, hingga kemiskinan dan ketimpangan.
Dalam gerakan kemanusiaan bersama sang suami, Coretta Scott King berperan sebagai mediator antarorganisasi perdamaian, serta penghubung antara badan resmi negara dengan kelompok-kelompok terbungkam.
ADVERTISEMENT
Semangatnya untuk memperjuangkan keadilan tak pernah padam, bahkan saat ia harus dihadapkan pada realita begitu menyakitkan: suaminya, Martin Luther King, tewas dibunuh.
Kesedihan itu terlalu dalam baginya, namun tak menghentikan langkahnya untuk terus berjuang. Selepas kepergian sang suami, Mrs. King membangun pusat studi sosial dan keadilan bernama The King Center sebagai bentuk penghormatan terhadap mimpi dan perjuangan suaminya.
Selain mereka, tentu masih banyak perempuan lain yang giat berjuang dan tak tercantum dalam sejarah. Kami hanya menyebutkan sebagian kecil di antara mereka.
Siapa tokoh perempuan favorit anda?
Ikuti rangkaian kisah tentang gerakan perempuan di sini
ADVERTISEMENT