news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Hukum Impresariat sebagai Opsional Problematika Agnez Mo

Bagus Fauzan
Dosen Intellectual Property & Entertaint Law, Fak. Hukum UNPAR
11 Maret 2025 18:25 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagus Fauzan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi sebuah konser musik (dibuat oleh penulis melalui Canva free)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi sebuah konser musik (dibuat oleh penulis melalui Canva free)
ADVERTISEMENT
Sejak pandemi COVID-19 berakhir pada 21 Juni 2023 melalui Keppres 17/2023 yang ditetapkan oleh Presiden ke-7 Joko Widodo, industri kreatif Indonesia telah berkembang pesat. Terutama dalam aktivitas rekreasi seperti pertunjukan dan penampilan musik. Karena pandemi membuat orang Indonesia tidak bisa keluar dari rumah selama beberapa tahun terakhir, konser musik menjadi daftar harapan masyarakat Indonesia. Namun, banyak masalah yang sering menjadi penghalang kemajuan industri kreatif tersebut. Salah satunya adalah masalah distribusi royalti pada pertunjukan konser musik.
ADVERTISEMENT
Seringkali, masalah ini muncul karena para pihak tidak memahami kedudukan mereka di mata hukum. Mulai dari hak dan kewajiban masing-masing pihak yang kurang jelas, sampai mekanisme pembayaran royalti yang tidak transparan. Sebagai contoh, gugatan ke Pengadilan Niaga Nomor 92/Pdt.SusHKI/Hak Cipta/2024/PN Niaga Jkt.Pst tanggal 30 Januari 2025 yang diajukan oleh Ari Bias selaku pencipta lagu "bilang saja" terhadap Agnez Mo selaku penyanyi dan pelaku pertunjukan. Karena masalah ini sangat menarik perhatian publik, para pencipta lagu atau komposer bahkan sampai terpecah menjadi dua kelompok. Sebagian mendukung Agnez Mo, sebagian yang lain mendukung keputusan pengadilan yang menguntungkan komposer atau pencipta lagu.
Dalam gugatan tersebut, Ari Bias sebagai penggugat menginginkan Agnez mo sebagai orang yang membawakan lagu "Bilang Saja" harus meminta izin dahulu kepada Ari biasa berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta 2014.
ADVERTISEMENT
Padahal dalam hukum positif di Indonesia, ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang konser. Namun bahasa hukumnya adalah penyelenggaraan kegiatan hiburan, yang jenisnya Pertunjukan. Baik itu pertunjukan dari sebuah seni seperti konser musik, maupun pertunjukan dari olah raga. Dalam konstruksi ilmu hukum, perbuatan hukum ini termasuk dalam Hukum Hiburan / Entertainment Law. Namun beberapa praktisi menyebutkan sebagai Hukum Impresariat.

Sejarah Impresariat

Impresariat merupakan istilah yang berasal dari bahasa Italia, "impresario," yang merujuk pada seseorang atau perusahaan yang bertindak sebagai perantara antara seniman atau pencipta karya dengan pihak penyelenggara acara. Konsep impresariat sendiri telah ada sejak abad ke-17 di Eropa, di mana seorang impresario bertanggung jawab untuk mengatur pertunjukan opera, teater, dan konser musik. Mereka bertindak sebagai jasa manajer yang mengurus segala hal terkait produksi, mulai dari pembiayaan, promosi, hingga pembayaran honorarium kepada seniman.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, jasa impresariat mulai dikenal seiring dengan berkembangnya industri hiburan pada era 1980-an. Saat itu, banyak musisi dan seniman yang membutuhkan pihak ketiga untuk mengatur jadwal pertunjukan, negosiasi kontrak, dan pembayaran royalti. Sosok impresariat yang terkenal pada era itu yakni Sofyan Ali promotor penyanyi jazz dan Log Zhelebour promotor penyanyi rock. Seiring waktu, jasa impresariat semakin profesional dan diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan untuk melindungi hak-hak pencipta karya, pelaku pertunjukan dan penyelenggara.

Lingkup dan Kewajiban Impresariat

Peraturan Perundang-Undangan yang pertama kali membahas tentang Impresariat adalah Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan secara explisit (saat ini sudah diubah menjadi ndang-Undang No 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan). Berikut juga Peraturan Pemerintah No 67 thun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisatan, yang membahas terkait lingkup dan kewajiban Impresariat. Adapun jasa Impresariat, berdasarkan Pasal 28 PP 67/1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisatan meliputi :
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pada Pasal 29 PP 67/1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisatan berbunyi :
ADVERTISEMENT
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, hukum memiliki peran penting dalam mengatur antara pelaku pertunjukan, pencipta karya dan penyelenggara acara. Mulai dari perizinan, tranportasi, akomodasi, promosi, publikasi, bahkan kebutuhan, keamanan dan privasi dari artis (dalam industri musik disebut riders) yang akan melakukan pertunjukan.
Bilamana mengacu pada pertunjukan konser musik, selain izin penyelenggaran kegiatan/acara, izin tempat, izin ke kepolisian, salah satu izin yg harus diurus adalah izin untuk menggunakan karya cipta orang lain (dalam hal ini adalah lagu bila diciptakan bukan oleh penyanyi).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Hukum Impresariat adalah hukum yang mengatur tentang kegiatan usaha pengurusan penyelenggaraan hiburan dalam bentuk pertunjukan yang melibatkan artis dan/atau tokoh publik figur, mulai dari izin sampai kebutuhan seluruh pelaku pertunjukan.
ADVERTISEMENT

Kedudukan Hukum Impresariat dalam Problematika Hak Royalti

Problematika dalam sengketa hak cipta salah satunya adalah minimnya bahkan tidak terpenuhinya hak ekonomi dari seorang pencipta lagu dalam konser musik. Seperti kasus Agnez Mo melawan Ari Bias, dimana seorang pencipta akhirnya menggunakan jalur hukum agar hak ekonominya terpenuhi. Namun uniknya dalam fenomena ini, ari bias sebagai pencipta langsung menggugat penyanyi untuk mendapatkan hak enonomi dari sebuah konser musik di beberapa klub. Dengan dalih melenggar pasal 9 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Hak Cipta 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta yang isinya kurang lebih:
Diksi setiap orang di atas, ditafsirkan oleh Ari Bias dan pengacaranya sebagai orang yang menggunakan/menyanyikan lagu "bilang saja" secara langsung, yakni Agnez Mo. Seorang penyanyi, bukan penyelenggara kegiatan konser tersebut.
ADVERTISEMENT
Padahal, apabila melihat ketentuan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna. Pihak yang disebutkan didalamnya termasuk dalam kategori sebagai pengguna dengan jelas. Mulai dari kegiatan konferensi atau seminar, penggunanya adalah penyelenggara event. Untuk Restoran, Kafe, Pub, Bar, Bistro, Klab Malam dan Diskotek, bisa dilihat penggunanya sudah pasti pemilik badan usaha tersebut. Untuk BANK dan Kantor, sudah jelas dalam hal ini pengguna nya adalah badan usaha atau pemilik bank atau kantor tersebut. Untuk bioskop, sudah pasti yg menggunakan karya cipta film adalah badan usaha pemilik bioskop.
Analogi nya adalah ketika masyarakat membeli tiket untuk menonton di bioskop. Hubungan hukumnya hanya kepada bioskop selaku pihak yang menyediakan karya cipta film. Tidak perlu membayar kepada pencipta film lagi, karena bioskop adalah penyelenggara kegiatan hiburan. Maka pihak bioskop lah yang akan mengurus seluruh perizinan sampai keutuhan sebuah pertunjukan itu aman. Masyarakat sebagai konsumen hanya membayar untuk sebuah karya cipta film, begitupun dalam konteks konser musik.
ADVERTISEMENT
Menariknya, dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tersebut juga ada ketentuan untuk tarif royalti untuk konser musik. Yang isinya penetapan jumlah royalti dengan cara menghitung presentasi dari hasil kotor penjualan tiket. Bila melihat ketentuan ini sudah jelas, seperti pengguna lainnya di atas, yang harus bertanggung jawab atas penggunaan karya cipta musik adalah penyelenggara atau promotor konser musik tersebut. Karena yang punya hak untuk menjual tiket pasti penyelenggara bukan penyanyi, sama seperti kategori pengguna lainnya di atas. Penonton dalam konser musik itu konsumen atau pihak ketiga yang menikmati kegiatan tersebut, berikut juga Penyanyi hanyalah bagian dari pertunjukan konser musik.
Ditambah lagi dari lingkup dan kewajiban Jasa Impresariat/ Promotor/Penyelenggara harus mengurus izin, promosi, publikasi bahkan sampai bertanggung jawab atas keutuhan pertunjukan dan kepentingan artis. Disinilah kedudukan Hukum Impresariat, agar kegiatan konser musik berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait pertunjukan, salah satunya adalah Undang-Undang Kepariwisataan. Tidak sebatas hanya dari Hukum Kekayaan Intelektual semata, khususnya Hak Cipta.
ADVERTISEMENT

Peran Hukum Impresariat

Hukum impresariat merupakan jawaban dari problematika pembayaran royalti antara pencipta karya dan penyelenggara acara seperti kasus Agnes Mo melawan Ari Bias.
Jasa Impresariat tidak hanya memastikan penyelenggaran kegiatan pertunjukan berjalan sesuai peraturan perundang-undangan, tetapi juga melindungi hak-hak dari pelaku pertunjukan dan meningkatkan kesejahteraan pencipta lagu dengan kepastian hukum.
Dengan memahami peran dan pentingnya hukum impresariat, diharapkan seluruh masyarakat mendapatkan opsional baru untuk menyelesaikan problematika royalti. Sehingga industri kreatif di Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan manfaat bagi semua eskosistem permusikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT