Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Infrastruktur Kritis dan Ketahanan Bencana
13 Agustus 2019 10:41 WIB
ADVERTISEMENT
Oleh Avianto Amri
Mati listrik massal yang melanda wilayah Jakarta, Banten, serta sebagian Jawa Barat dan Jawa Tengah pada Minggu (4/8), menimbulkan kekhawatiran baru mengenai ketahanan infrastruktur kritis terhadap bencana. Saat Jokowi mendatangi kantor pusat PT. PLN Persero, pernyataan Presiden Jokowi adalah sangat tepat mengenai ketidaksiapan PLN dalam menghadapi suatu krisis.
ADVERTISEMENT
Jaringan listrik merupakan bagian dari infrastruktur kritis. Bila mengalami gangguan, bisa menyebabkan dampak terhadap ekonomi, keamanan, dan hajat hidup orang banyak. Infrastruktur kritis lainnya termasuk fasilitas air bersih, jaringan komunikasi, transportasi, dan jaringan kesehatan. Gangguan pada salah satu sistem dalam infrastruktur kritis akan saling memengaruhi sistem lainnya, sehingga kegagalan satu sistem dapat bergulir ke sistem-sistem lainnya dan menimbulkan efek yang berantai. Misalnya, mati listrik massal bisa menyebabkan matinya pompa air di sebuah rumah sakit, yang kemudian bisa melumpuhkan rumah sakit tersebut.
ADVERTISEMENT
Membangun ketahanan infrastruktur kritis juga merupakan suatu hal yang cukup kompleks, mengingat kepemilikan dan manajemen suatu sistem dikelola oleh berbagai institusi yang berbeda. Misalnya jaringan listrik dikelola oleh BUMN (PT. PLN), sedangkan jaringan air bersih Jakarta dikelola oleh BUMD yang bekerja sama dengan pihak swasta, dan untuk rumah sakit ada yang dikelola oleh pemerintah daerah, pusat, dan juga swasta. Oleh karena itu, tata kelola infrastruktur kritis mesti merupakan kolaborasi multi-pihak.
Ketiadaan back up plan dan lambatnya penanganan merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan, terkait ketahanan infrastruktur kritis dalam mengantisipasi bahaya bencana.
Membangun Infrastruktur Tangguh Bencana
Indonesia adalah salah satu negara yang paling rawan bencana. Memiliki jumlah gunung api terbanyak di dunia, rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik: yaitu Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik, serta memiliki garis pantai terpanjang di dunia, yang juga menyebabkan sebagian besar kawasan pesisir pantai Indonesia rawan dilanda tsunami.
ADVERTISEMENT
Jakarta dan wilayah sekitarnya merupakan pusat bisnis, politik, dan kebudayaan Indonesia yang terletak di daerah rawan bencana, termasuk ancaman gempa berkekuatan besar . Beberapa bandara di Indonesia juga terletak di dekat pantai yang rawan gempa dan tsunami, seperti misalnya bandara Bali dan bandara Yogyakarta International Airport (YIA) yang sedang dalam proses pembangunan. Jaringan listrik juga tidak kalah rentan dalam menghadapi ancaman bencana seperti saat tsunami selat Sunda pada Desember 2018, yang merusak ratusan gardu listrik dan puluhan tiang listrik di pesisir selat Sunda.
Pembelajaran yang didapat dari pengalaman penanganan bencana sebelumnya adalah, pemulihan infrastruktur kritis merupakan hal yang vital dan prioritas untuk dilakukan pada situasi darurat. Oleh karena itu, perlu adanya penyusunan Contingency plan untuk mengantisipasi skenario-skenario terburuk yang mungkin memengaruhi fungsi jaringan atau fasilitas yang ada.
ADVERTISEMENT
Contingency plan atau rencana kontingensi (renkon), adalah sebuah proses manajemen yang mengkaji risiko-risiko yang ada, menelusuri kemungkinan skenario terburuk, serta menentukan langkah-langkah antisipasi, bila skenario tersebut benar-benar terjadi. Menyusun renkon memerlukan keterlibatan para pihak, terutama dalam menyusun renkon untuk infrastruktur kritis.
Di kalangan bisnis, proses ini prinsipnya serupa dengan penyusunan Business Continuity Plan (rencana kelangsungan bisnis) yang merupakan proses untuk mencegah dan mengantisipasi bila terjadi sesuatu yang dapat berdampak pada kelangsungan bisnis atau perusahan.
Membangun infrastruktur tangguh bencana juga merupakan suatu proses yang perlu dievaluasi secara rutin. Hal ini disebabkan karena sejalan dengan waktu, infrastruktur akan terus berkembang dan berubah. Suatu bandara atau jalan mungkin saja berubah menjadi infrastruktur kritis, bila dalam beberapa tahun kemudian wilayah tersebut menjadi pemukiman yang padat. Aplikasi daring seperti Gojek atau Grab yang dahulu bukan merupakan bagian vital di masyarakat perkotaan, saat ini menjadi aplikasi favorit bagi sebagian besar warga kota untuk hal transportasi, memesan makanan, dan mengirim barang.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, dalam penyusunan rencana kontingensi, seluruh aspek yang dapat memengaruhi fungsi infrastruktur kritis perlu diperhitungkan. Dalam kasus mati listrik massal ini, salah satu yang diduga menjadi penyebab pemadaman adalah pohon sengon yang tumbuh menjulang tinggi di dekat menara transmisi SUTET.
Hal lain yang perlu diantisipasi adalah, kemungkinan kegagalan suatu sistem akibat faktor-faktor yang terjadi bersamaan. Ketangguhan infrastruktur kritis bergantung pada kemampuan kita dalam mengidentifikasi faktor-faktor tersebut, dan menyiapkan rencana cadangan (back up plan) untuk mempercepat pemulihan kembali fungsi infrastruktur tersebut.
Salah satu pembelajaran berharga dari mati listrik massal ini adalah, secanggih apapun sebuah sistem, selalu ada kemungkinan untuk gagal, bahkan di negara maju seperti Inggris . Oleh karena itu, selain membangun ketahanan infrastruktur, ketangguhan di tingkat keluarga pun adalah sangat krusial.
ADVERTISEMENT
Ketangguhan di tingkat keluarga
Kejadian mati listrik massal minggu lalu telah banyak melumpuhkan aktivitas masyarakat kota besar di Pulau Jawa. Mati listrik ini diiringi pula dengan beberapa permasalahan yang mengganggu aktivitas di rumah, seperti terganggunya sinyal Telkomsel, XL, dan Indosat , tidak berjalannya pompa air , dan sulitnya menggunakan aplikasi daring. Misalnya, tidak bisa memesan transportasi online . Kejadian kebakaran pun meningkat signifikan, di mana puluhan rumah hangus disebabkan karena kelalaian penghuninya.
Dalam membangun kesiapsiagaan bencana, setiap penghuni rumah harus mempersiapkan rencana siap siaga, yang perlu diketahui oleh setiap penghuni rumah. Hal ini termasuk mengetahui nomor-nomor telepon penting, jalur evakuasi, tempat aman, serta menyiapkan perlengkapan siap siaga untuk mengantisipasi masa darurat dan pascabencana. Perlengkapan siap siaga yang bersifat individual biasa dikenal sebagai Tas Siaga atau Go-Bag. Sementara untuk rumah dan keluarga dapat menyediakan Kotak Siaga yang kedap air.
ADVERTISEMENT
Umumnya, perlengkapan siap siaga ini disiapkan untuk bertahan hidup selama tiga hari, sehingga diisi dengan perlengkapan dan makanan-minuman. Perlu diingat bahwa makanan dan minuman yang dimasukkan ke dalam perlengkapan siap siaga adalah makanan dan minuman yang tahan lama dan memiliki masa kedaluwarsa yang masih panjang. Selain makanan dan minuman, terdapat beberapa barang lainnya yang penting untuk dimasukkan ke dalam perlengkapan siap siaga, seperti yang tercantum di dalam panduan PREDIKT berikut ini: